Hari ini pun bangun pagi untuk berangkat ke perbatasan utara Hongkong- Shenzhen. Dari Tsim Sha Shui, naik MRT kurang lebih 1 jam lebih sampai ke MTR terakhir Lowu untuk masuk ke daerah Shenzhen. Kami melewati daerah universitas, jadi bisa melihat bagaimana tampang mahasiswa di Hong Kong. Di perbatasan, kami tinggal mengikuti petunjuk arah saja yang sudah cukup jelas dan mencari bagian imigrasi. Yup, kami hendak membuat VOA (Visa On Arrival).
Seperti dijelaskan di blog-blog lain, orang Indonesia tidak perlu visa untuk ke Hong Kong atau Macau, tapi perlu visa (ijin masuk) untuk ke Shenzhen. Dan perlu diingat, VOA ini berlaku single permitted. Artinya sekali keluar dari Shenzhen, harus bikin visa baru. Gak ada tuh ceritanya bolak-balik Hong Kong- Shenzhen dengan VOA. Makanya saya baru ngeh kenapa orang lain pada nginep di Shenzhen. Gak mungkin dong bikin visa baru setiap masuk Shenzhen, karena pengeluaran jadi double? Visa Shenzhen pun terhitung mahal, 168 RMB setara dengan Rp 300.000-an. Lama waktu tinggal di Shenzhen sesuai VOA bisa sampai 7 hari.
Ok, balik ke VOA. Pembuatan VOA ada di lantai 2. Tinggal melihat petunjuk yang ada di luar ruangan tentang pembuatan VOA dalam bahasa Inggris, dan tinggal mengikuti alur. Contoh penulisan kartu imigrasi pun sudah ada. Intinya, gampang banget. Gak perlu pakai nanya sama sekali ke orang sana yang memang rata-rata tidak mengerti bahasa Inggris.
Untuk urusan visa Shenzhen, secara keseluruhan prosesnya mudah sekali. Pas urusan visa sudah selesai dan melewati bagian imigrasi Shenzhen, di sini saya memiliki keparnoan. Gimana ya kalau semua petunjuk memakai bahasa Cina? Tulisan jahe yang kita tidak mengerti. Ya udah, mentok-mentok balik lagi ke Hong Kong. Eh, ternyata oh ternyata … untuk ke MRT dari pintu keluar Shenzhen, gampang banget. Tinggal lurus terus, dan sudah ada gambar MRT. Turun ke bawah, tinggal membeli token di mesin MRT. Dan untungnya, ada bahasa Inggris. Hanya saja harus mempersiapkan pecahan 1- 10 RMB karena mesin MRT nya hanya menerima pecahan uang segitu.
Dari perbatasan Shenzhen, kami naik MTR Lou Jie untuk menuju ke MTR Window of the World. Saat naik MRT pun ok. Bersih, sama seperti MTR Hong Kong. Di petunjuk berjalan pun ada tulisan MRT sedang berada di stasiun mana. Benar-benar ketakutan saya sebelum pergi tidak berarti. MRT Lou Jie berada pada satu jalur (hijau) dengan MRT Window of the World, jadi tidak perlu berganti MTR. Perjalanan memakan waktu sekitar 1 jam .. dan karena sudah lapar, kami makan dahulu di pintu keluar MTR. Ada McD, KFC, namun kami memilih Subway. Makanan yang dijual adalah sandwich dengan pilihan berbagai topping isi.
Ok, keluar di Window of the World, langsung membeli tiket untuk masuk. Dan mulailah berputar-putar di situ seharian. Segala miniatur bangunan dunia tercakup di situ. Semua benua pun tercakup di situ.
Asia : Istana Thailand, Istana Osaka, Gyeongbok Palace (Korea), Taj Mahal, Angkor Wat,
Amerika : Gedung Putih, Parlemen Amerika, Machu Pichu, Liberty, air Terjun Niagara
Niagara Falls |
Tips Pengalaman Pribadi :
Kunjungan ke Window of The World lebih baik dilakukan pada akhir pekan, Sabtu atau Minggu. Kabarnya, kalau hari biasa air terjun di Niagara Falls dimatikan, jadi gak ada airnya untuk menghemat cost. Ya, gak afdol dong lihat Niagara Falls tanpa air terjunnya.
Miniatur kota New York |
Macchu Pichu |
Eropa : Notre Dame Paris, Kuil Parthenon Athena, rumah khas Belanda dengan bunga tulipnya, Menara Pisa, Menara Eiffel, Triumph de l Arc, Istana Versailles lengkap dengan tamannya yang menakjubkan
Wilayah Belanda dengan bangunan khasnya dan kincir anginnya |
Menara Eiffel dan Triump d l Arc |
Istana Versailles dengan tamannya yang berbentuk seperti labirin |
Kuil Parthenon (dewi Athena) di Yunani |
Gereja di wilayah Rusia |
Australia : rumah khas Aborigin (di sini agak lupa, soale tidak terlalu menarik bagi saya, jadi fotonya juga agak kurang ok)
Afrika : kuil Mesir (yang tidak terlalu terkenal tapi keren kok, fotonya di bawah), Pyramid Giza, apalagi y?
Memang yang paling berkesan untuk saya adalah bangunan Eropa dan Angkor Wat (keren banget, jadi timbul keinginan saya untuk melihat aslinya). Tentunya kita juga kudu bangga karena Borobudur pun terpampang di sana biarpun skalanya kecil banget.
Borobudur di Window of The World ... hidup Indonesiaku!! |
Karena tidak memakai tur, kami sangat puas sekali foto-foto di dalam sana. Kami berfoto di setiap bangunan. Jadilah menghabiskan waktu seharian. Dan di tiap budaya yang berbeda, ada satu tempat dimana kita bisa menyewa kostum daerahnya. Ajang pamer, apalagi backgroundnya sudah mendukung. Saya dan satu teman memilih kimono Jepang, sementara satu teman lagi memilih hanbok Korea.
Di situ pun ada pertunjukkan dari tiap benua. Satu pertunjukkan yang sempat kami tonton adalah dari Asia Tenggara (ya, daerah kami). Tarian Thailand, Kamboja, sama Malaysia tampil bergantian. Over all mirip dengan tarian Bali dari Indonesia. Di tempat lain juga ada pertunjukkan, hanya saja ada saat jam tertentu. Biasanya ada pengumuman kok jam berapa muncul pertunjukkannya, atau bisa membaca di peta yang diberikan di pintu masuk.
Planning awal kami adalah selesai mengunjungi Shenzhen dalam 1 hari, dengan tujuan Window of the World, Splendid of China dan Cultural Village Folk Show. Ternyata di Window of the World saja memakan waktu seharian, masuk dari jam 11, jam 7 baru kelar. Habis itu, ternyata ada pertunjukkan penutup di area Mesirnya, maka kami menunggu deh sampai jam ½ 8 untuk melihat pertunjukkannya. Batal acara ke Splendid of China dan Cultural Village Folk Show, padahal jaraknya berdekatan dengan Window of The World, hanya berbeda 1 MTR.
Pertunjukkan penutup dipentaskan di panggung terbuka, anehnya mereka mempromosikan Australia (napa gak mempromosikan negara sendiri?). Perpaduan teknologi berupa layar besar yang disusun beberapa lapis sehingga terbentuk efek 3 dimensi, sementara sebagian besar pertunjukkan berupa tarian. Diawali dengan tarian skipping, lalu ada tarian kanguru, sampai ke pertunjukkan laut berupa ikan-ikan, ubur-ubur, dan hewan laut lainnya.
Di malam hari, bagian depan Window of The World lebih hidup karena menara Eiffelnya memakai lampu warna warni. Hiasan di depan taman pun dipakaikan lampu kelap-kelip jadi kesannya terang dan ramai.
Jam ½ 9, kami beranjak menuju MTR Window of the World untuk kembali ke stasiun MRT Lou Jie. Yup, back to Hong Kong. Sempat ada kepanikan saat mesin MRT yang kami pakai untuk membeli koin rusak. Tidak bisa menerima uang masuk. Tentu saja, kami takut tidak keburu mengejar MTR terakhir ke Hongkong yang kabarnya jam 10-11. Namun akhirnya bisa. Tanpa kesulitan berarti, kami kembali ke Hongkong tepat jam 11.30, dan Hong Kong ternyata masih ramee jam segitu …
Pernah kesini, jalan seharian panas2 walhasil kaki melepuh gelembung2 dibanyak titik :)), krn dipakai jalan seharian.
BalasHapusTapi gak rugi kok :))