Kemarin, tepatnya
tanggal 30 Maret 2012, adalah pas setahun saya telah menjadi dokter yang sah di
mata teman sejawat dan di mata konsil kedokteran. Dimana saya disumpah untuk
menjadi seorang dokter. Rasanya baru kemarin saya memakai kebaya (baru 2 kali selama
saya hidup- sekali saat diwisuda dan sekali lagi saat disumpah), mengucapkan
sumpah bersama teman coass lain, menerima plakat yang menuliskan gelar yang
saya perjuangkan selama 6 setengah tahun. Yup, kata dokter akhirnya melekat
secara resmi di depan nama saya setahun lalu.
Sekarang, hanya
sedikit yang saya ingat tentang hari itu. Rasanya tidak terlalu istimewa.
Karena saat itu, pikiran saya lebih terfokus mengenai biaya sumpah yang harus
saya bayar dan kewajiban yang menanti setelahnya. Dimana saya telah menjadi
manusia dewasa yang seharusnya sudah mandiri secara finansial. Boro-boro senang, yang dirasa adalah kuatir dan bingung. Kuatir karena tidak mendapat pekerjaan tetap sampai saat disumpah, dan bingung mengenai langkah selanjutnya dalam hidup saya.
Biarpun hari sumpah
tidak terlalu melekat dalam ingatan saya, tapi setiap detil dari ingatan saya
melekat pada masa koas saya. Di masa itu saya tidak merasa sedang
berjuang walaupun sebenarnya berjuang begitu keras. Why? Karena saya sangat
menikmati masa-masa koas saya. Di mata saya, masa koas bukanlah pembunuh dan
penghambat inisiasi saya untuk menjadi dokter. Justru, masa koas adalah masa di
mana saya dibentuk untuk menjadi dokter dengan cara yang menyenangkan. Tanpa
masa koas, tak mungkin saya bisa menjadi dokter.
Masa koas merupakan
masa dimana saya menyadari, gelar dokter yang sekarang tersemat di pundak saya
takkan bisa saya capai sendirian. Konsulen, asdos, teman koas, perawat, sampai
pada pasienlah yang membantu saya sehingga bisa mencapai gelar dokter tersebut. Konsulen, dari yang baik setengah mati ampe
killer gak kira-kira, mereka semua mengajarkan segala hal disamping ilmu.
Pengalaman, hukuman, bahkan tatapan galak merupakan cara mereka untuk mengajar
agar dokter tidaklah boleh sombong dan harus up to date, karena ilmu kedokteran
berkembang terus. Begitu juga para
asdos. Merekalah yang setiap hari tanpa lelah dan begitu sabar mengajar. Bahkan
mereka menjadi tameng para konsulen jika koas dimarahi. Di balik sindiran,
kemarahan, dan teguran mereka, semuanya untuk membuat kita menajdi selamat di
mata konsulen.
Dan para perawat! Mereka yang mengajarkan praktek langsung
pada saya. Mulai dari mengganti cairan
infus, memasang infus, mengambil darah vena, menghitung cairan, mengisi status,
bahkan membela saya di ruang operasi ketika konsulen mulai memarahi saya. Tanpa
mereka mungkin sudah berkali-kali saya terkena amukan dan hukuman konsulen. Namun
yang berperan sangat besar adalah
teman-teman koas saya. Memang benar kata pepatah bahwa teman dalam kesusahan
adalah teman sejati. Dan saya punya berpuluh, bahkan beratus, teman sejati.
Teman-teman sejawat yang membuat saya dapat lulus kedokteran karena mereka mau
membela saya dan menanggung kesalahan yang saya buat. Mereka yang membuat hidup
begitu berwarna karena dengan mereka saya dapat mentertawakan tingkah laku
asdos yang kami rasa menggelikan, membantu saya ketika saatnya jaga malam,
bahkan beberapa menjadi tameng saya ketika saya tidak sanggup lagi mengerjakan
tugas koas yang bejibun. Memang saya tak luput dari pertengkaran dan kericuhan,
tapi di balik semua itu, saya sangat paham, tak sekalipun teman-teman saya
berniat untuk menjatuhkan saya.
Dan terbesar dari semuanya itu, saya mengucap syukur kepada Yang Di Atas, karena saya tahu, karena anugerahnya saya bisa mendapat semua yang telah saya sebutkan di atas tadi. Berkat yang melebihi akal pikiran saya, baik berupa kegembiraan, jalan keluar, maupun tempaan dari-Nya. Tapi semua yang Dia beri membentuk saya untuk menjadi seorang dokter yang tangguh tapi mempunya empati. Dokter yang mungkin terlihat judes tapi tetap berusaha memberikan yang terbaik bagi pasien.
So, di saat
anniversary dimana satu tahun telah saya lewati sebagai dokter, saya mengenang
kembali masa koas dan saya tahu, saya ingin kembali ke masa itu. Masa dimana
saya bisa menjadi dokter tanpa tanggung jawab penuhs ebagai dokter. Masa dimana
saya memiliki begitu banyak teman sehati yang membantu saya. Masa dimana setiap
orang mau membantu saya dalam perkembangan saya menjadi dokter. Dan masa-masa
itu adalah suatu masa terbaik dalam 26 tahun kehidupan saya … Tanpa mereka, tak
mungkin saya bisa menjadi seorang dokter sebagaimana saya adanya hari ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
C'mon! I ' m waiting your response ... /(^o^)/ /(^o^)/ /(^o^)/