Banyak orang Indonesia yang sudah bepergian ke Bangkok,
Phuket dll. Namun saya jarang melihat blog yang bertuliskan tentang Chiang Mai
dari orang Indonesia. Makanya jadi lumayan niat buat blog soal Chiang Mai
sehingga orang Indo tidak repot nyari ke sana sini buat mendapatkan info
tentang Chiang Mai. Saya sendiri mengalami beberapa kesulitan saat nyari info
dan baru mengerti beberapa hal saat di sana.
Pergi ke Chiang Mai! Tidak pernah terpikir bahwa suatu hari
saya akan ke Chiang Mai. Tahu soal Chiang Mai saja gara-gara membaca salah satu
blog kakak rohani bernama Lia, yang menikah dengan bule, dan tinggal di Chiang
Mai. Dari situ gak ada rasa tertarik soal Chiang Mai, biarpun ci Lia sering
bercerita soal Chiang Mai.
Tapi Chiang Mai muncul dalam pikiran ketika menonton suatu
video soal White Temple Chiang Rai. Pas pertama melihat video itu, langsung
jatuh hati dengan White Temple dan mulai membangun cita-cita untuk bisa pergi
ke sana. Nah, ternyata cara paling gampang untuk pergi ke White Temple adalah
mealui Chiang Mai. Dari situ mulailah planning untuk pergi ke Chiang Mai.
Kebetulan kedua, saat saya sedang suntuk ingin jalan-jalan
kemana, tanpa sengaja saya membaca artikel soal cherry blossom (sakura mekar)
di tempat selain Jepang. Nah, ternyata di Thailand pun ada, dan salah satu
spotnya ada di Chiang Mai. Pas lagi kabar bloomingnya itu Desember- Februari
(saat saya ingin pergi itu pertengahan Desember). Ditambah lagi memang dari
perjalanan ke Bangkok, saya ingin melihat lading bunga matahari, dan itu juga
mekar hanya pada Desember-Januari. Bisa sekalian lihat dua macam bunga ne.
Acara pergi ke Chiang Mai ini termasuk dadakan. 2 minggu sebelum
hari H, saya iseng-iseng cek tiket pesawat ke Bangkok, dan dapatlah tiket
promo. PP 1,6 juta dengan Air Asia. Dari situ mulai cari alternative
transportasi dari Bangkok ke Chiang Mai sambil menyusun itinerary. Sejujurnya,
karena sudah sering pergi jalan, lama-lama saya malas untuk menyusun itinerary.
Enakan on the spot. Paling saya mencari tahu tempat wisata yang ok untuk
dikunjungi, tapi soal book tempat wisata, hari apa wisata ke mana, saya
tentukan semua di Chiang Mai.
Tips n Trik untuk Traveling at Chiang Mai
Transpor paling cepat dan worth it menuju Chiang Mai dari opini saya
adalah ambil penerbangan dari Bangkok ke Chiang Mai. Banyak traveler
memilih naik kereta api dengan kelas 1 (kelas paling mahal), tapi setelah baca
beberapa review, saya memilih naik pesawat karena menghemat waktu. Penerbangan
cuma 1 jam dari Bangkok, dibandingkan dengan kereta api yang memakan waktu 12
jam (biarpun kereta apinya berangkat malam dan sampai pagi di Chiang Mai) . Alasan
lain adalah kenyamanan. Saat melihat foto kamar kereta apinya, rasanya kurang
cocok di saya.
Tiket pesawat yang saya ambil Nok Air, dengan harga Rp
400.000-an (1000 Baht) sekali jalan. Kalau naik kereta, saya baca dari blog harga
sekitar 300-600 Baht (cek lagi untuk lebih pastinya). Rute lain yang melayani penerbangan ke Chiang Mai dari Indonesia
adalah Air Asia.
Kalau naik kereta, dari Bangkok kita ambil jurusan MRT Hua Lamphong, yang langsung tembus ke stasiun Hua Lamphong. Sepertinya beli tiket harus online (jangan on the spot), karena kabarnya kereta ke Chiang Mai ini laris manis. Disarankan juga untuk ambil kereta malam jadi gak buang waktu jika ambil pagi/siang hari.
Sangat disarankan untuk membeli paket tur on the spot. Selain
harganya jauh lebih murah daripada yang dijajakan di internet, di sana lebih
banyak info yang kita dapatkan sebelum membeli tiket, dan turnya lebih
bervariasi. Jangan takut di sana kehabisan jatah tur, karena setiap hari selalu
ada tur kemana yang kita inginkan, dan selalu banyak peminat, biarpun weekday.
Chiang Mai adalah obyek wisata terkenal di kalangan bule, jadi jangan heran
kalau banyakan bule yang kita temui. Orang Indo dan Asia sangat jarang sekali.
Biasanya shared trip itu one day trip, dan pick up dari
hotel. Drop off pun di hotel tempat kita tinggal. O y, kalau baca di internet,
tur cuma mau pick up n drop off untuk hotel di daerah strategis. Tapi kalau
sampai di sana, sepertinya gak apa-apa biarpun hotelnya bukan di daerah strategis. Biar lebih yakin bakal dipick up dan drop off di hotel, bisa mencari tur service
dari hotel, atau di dekat hotel. Sayangnya, tur service dari hotel ini mahal
dan gak bisa ditawar.
Saya rasa tidak perlu takut untuk booking tur dari agen tur di kios-kios sepanjang jalan Chiang Mai. Saya orangnya agak hati-hati kalau soal itu, jadi untuk meminimalisir penipuan, saya booking di agent tur dekat hotel. Kalau ada apa-apa, tinggal jalan kaki dari hotel buat nyamperin tur agentnya. Saya memakai 2 agen tur yang berbeda, dan dua-duanya sesuai yang dijanjikan.
Saran saya, jangan memakai aplikasi travel seperti Klook
dkk. Pengalaman buruk denga Klook, saya memesan Doi Inthanon National Park, dan
tanpa kejelasan, tidak tahu apakah tur berhasil dibooking atau tidak, cc saya sudah kena charge. Menunggu 6 jam tanpa ada kabar berupa konfirmasi email atau pembatalan pesanan, akhirnya saya menghubungi cs lewat email. Padahal saya memesan tur untuk esok harinya, jadi kondisi memang lagi buru-buru. Sayang dong kalau sampai tur ini gagal, satu hari kebuang? Saat menghubungi cs, baru dibilang tur nya dibatalkan karena kurang peminat. Untung saya masih bisa booking malam hari untuk shared trip keesokan harinya, padahal sudah jam 8 malam. Dapat harga lebih mahal juga karena booking dari hotel, cuma saat itu masih newbie di Chiang Mai dan agak susah percaya dengan tur agent di luar hotel. (ketakutan yang bodoh)
Hotel strategis di Chiang Mai adalah di daerah Old Town atau dekat
Thapae Gate. Dari situ, ke daerah obyek wisata bisa dengan jalan kaki.
Keliling aja, karena Chiang Mai sendiri banyak kuil dan vihara. N itu semau
bebas dimasuki kecuali untuk beberapa kuil terkenal.
Saya menginap di The Signature @Thapae Hotel. Mengapa
memilih hotel ini? Pertama,lihat hotelnya masih baru. Harga pun masih masuk
budget, kurleb Rp 300 –Rp 400 semalam. Saya mengecek di 3 aplikasi traveling :
Booking.com, Agoda, dan Traveloka. Dapat harga bagus ini dari Agoda.
Oleh-oleh terkenal dari Chiang Mai adalah kerupuk kulit babi.
Di beberapa tempat, banyak dijual dan orang Thailand sendiri sering membawa
pulang kerupuk kulit babi sebagai oleh2. Ini saya saksikan sendiri di pesawat
dari Chiang Mai ke Bangkok, banyak orang Thailand membawa serenceng besar
kerupuk kulit babi. Kerupuk kulit babinya enak sekali, jauh lebih enak daripada di Indonesia. Bahkan seorang bule yang ikut shared trip, bilang kerupuk kulit babi ini tastes like heaven. Untuk
tempat makan, saya selalu cari on the spot dengan memanfaatkan Google Maps.
Langsung keluar dari exploration restaurant terdekat dan reviewnya.
About taste, rasanya gak perlu bawa sambal, abon, dll dari Indonesia jika takut makanan tidak cocok. Secara makanan di Thailand mirip dengan Indo yang banyak rempah. Tapi bagi yang Muslim, memang agak susah mencari makanan halal. Hampir setiap restaurant menyediakan menu babi. Bagi yang non Muslim, Chiang Mai surga bagi penikmat hewan oink-oink.
Chiang Mai termasuk kota yang biaya hidupnya murah, mirip dengan
Bangkok. Rata-rata memang kota yang saya kunjungi di Thailand biaya hidupnya
murah. Makanan rata-rata 40-100 Baht, minuman 25 Baht. Tapi thai Massage lebih
mahal dibandingkan Bangkok, sekitar 250-300 Baht. Nah, yang bikin mahal itu
kalau kita ikut shared trip ke kota lain, yang rata-rata 1000 Baht. Jadi kurang
lebih sehari itu abis 1500 Baht kalau ikut shared trip, sementara kalau cuma
dan jalan-jalan di sekitar Chiang Mai paling habis 500 Baht. Tinggal dikalikan
dengan berapa hari saja tinggal di sana.
Transportasi utama di Chiang Mai adalah song thew (red bus).
Saya sendiri gak pernah naik kecuali pas charter seharian. Konon, cara untuk
naik ini adalah kita tinggal stop song thewnya, bilang mau pergi kemana, nanti
supir sambil ngangkut kita sambil nanya penumpang lain yang mau kemana, nah ..
beres. Harga nya sudah tertera 25-30 Baht.
Pakaian harus sopan saat di Chiang Mai. Untuk ke Chiang Mai, perlu diingat bahwa daerah ini kota
yang sejuk. Tapi yang lebih penting lagi adalah banyak temple yang menuntut
kita untuk berpakaian sopan. Jadi lebih baik kaus bertangan bunting, celana
pendek yang lebih tinggi dari selutut jangan dibawa. Pakai di jalan ok, tapi karena
di setiap sudut Chiang Mai banyak temple yang ok banget dan free, yang membuat
kita tergoda untuk masuk, better setiap jalan memakai baju kaus bertangan dan
celana panjang. Kalau sandal jepit gpp, malah disarankan karena di setiap
temple kita harus membuka sandal/ sepatu untuk masuk ke dalam.
Gak ada masalah untuk foto-foto di sini, cuma ya jangan
sampai ganggu orang yang lagi berdoa aja. Perlu diingat, temple tuh bukan
tempat wisata, fungsi utamanya untuk beribadah. Jadi jangan bikin rusuh dan
jaga ketenangan, supaya gak ganggu rekan sebelah yang lagi berdoa.
Soal peralatan yang perlu dibawa. Standar seh, gak banyak
yang aneh-aneh. Di sana pun banyak baju yang dijual, dan umumnya baju nya itu
mirip dengan baju Tibet yang jarang ada di Indonesia. Bajunya kebanyakan dari
bahan tebal ,karena memang udara yang sejuk mengarah ke dingin.
Sweater dan baju tebal tidak perlu saya rasa, karena pakai kaus tangan panjang
dan celana panjang saja sudah cukup.
Review About Trip At Chiang Mai
Chiang Rai, Meesai, Golden Triangle, Karen Hill
Tribe Village
Chiang Rai adalah
provinsi yang berada di bagian utara Chiang Mai. Tempat ini dapat dicapai
kurang lebih 3 jam dari Chiang Mai dengan private car. Banyak orang ingin ke
Chiang Rai karena obyek wisata White Temple, yang baru dibangun 20 tahun yang
lalu. Seperti namanya, semua struktur di bangunan ini berwarna putih. Katanya
bangunan ini menggambarkan jalan menuju surga dan putih berarti kesucian.
Saya mengambil shared trip untuk tur ke Chiang Rai. Shared
trip itu berarti kita bergabung dengan orang lain, langsung on the spot, diatur
oleh jasa turnya. Ini biasanya lebih menghemat pengeluaran dibandingkan private
trip, dan sejujurnya saya merasa lebih aman bergabung dengan turis lain
dibandingkan harus bersama hanya dengan tur guide dan supir.
Paket tur menuju Chiang Rai ini memiliki banyak variasi,
karena yang ditawarkan tidak pernah Chiang Rai tok. Ada Chiang Rai White
Temple, Blue Temple, Black Temple, Karen Tribe Hill Village. Ada juga yang
Golden Triangle, Meesai, dan ll. Saya
ambil yang paling worth it, 1400 Baht sudah dapat Karen Tribe Hill Village.
Biasanya untuk Karen Tribe, tambah bayar 300 Baht seorang.
Karen Tribe Hill
Village. Ini adalah tur budaya, dimana kita berkunjung ke suatu desa dimana
penduduknya memiliki kebiasaan unik. Para wanita desa ini memakai kalung
pelindung dari tembaga di lehernya bisa sampai 13 lapis, sehingga lehernya
sangat panjang. Tujuan awalnya untuk melindungi para wanita dari gigitan
binatang buas karena yang lelakinya pergi di luar rumah ,Cuma ya di jaman
modern ini she keknya tujuannya jadi pelestarian budaya. Di sini cuma seperti
kampong biasa, dan bisa berfoto sama para wanitanya dengan memakai pelindung
tembaga itu (yang memang berat). Bisa beli kerajinan tangan mereka juga, berupa
syal, kain pashmina, dll. Rata-rata dihargai 250 Baht, tapi saya beli seharga
180 Baht (tawar menawar aja).
Meesai ternyata
nama daerah perbatasan dengan Myanmar. Jadi daerah paling ujung Thailand yang
berbatasan dengan Myanmar. Di situ cuma foto di bawah gerbang yang menjadi
perbatasan, sambil kepo-kepo lihat daerah yang menuju ke Myanmar. Konon banyak
turis asing (bule) yang melintasi daerah ini buat backpacking road trip dari
Thailand menuju Myanmar. Memang daerah yang saya lewati sangat hidup, banyak pasar
dipenuhi barang menarik. Tapi kami tidak diberi kesempatan untuk melihat-lihat,
dan saat itu hujan juga, jadi bawannya ingin buru-buru masuk mobil van.
Golden Triangle.
Kalau Golden Triangle adalah daerah di tepi Sungai Mekong, dimana menjadi
daerah perbatasan antara tiga negara (Thailand, Laos, Myanmar). Kita bisa naik
boat menyusuri sungai Mekong dengan membayar tambahan 300 Baht, dan dibawa ke
seberang sungai, untuk belanja duty free di daerah yang masuk Laos. Tidak ada
yang istimewa she, Cuma ada vodka yang direndam oleh taring macan, ular kobra,
opium, dll.
Selain itu, diajak melihat Opium Land, dimana pulau ini tidak
menjadi milik Negara manapun. Jadi daerah tak bertuan, sehingga banyak orang
yang ingin mengisap opium, dan tidak perlu takut kalau di pulau tersebut karena
tidak bisa ditangkap.
O ya, tur ini makan waktu seharian (7 pagi-10 malam), karena
jauhnya perjalanan ke sana sini. Di tempat wisatanya she paling Cuma ½ - 1 jam.
Jadi pastikan tidak ada rencana lain pas malamnya.
City Tour Chiang Mai dan Khantoke Dinner Show
Karena hotel The Signature @Thapae dekat dari pusat kota,
untuk city tour kami berjalan kaki. Dimulai dari Thapae Gate, melintasi gate, terus saja pakai Map mengunjungi kuil, pagoda, dll di sepanjang jalan. Cuma karena bentuknya itu –itu aja, jadi bosen
juga.
Keliling di Chiang Mai sangat menarik, dan saya tidak
menyesal berjalan kaki, karena banyak hal yang bisa ditemukan, mulai dari
street food yang bertaburan, temple di sana sini sepanjang jalan, sampai bisa
foto puas di sana sini.
Ada tur juga untuk dalam kota, tapi saya merasa malas harus
mengeluarkan 600-900 Baht/ orang untuk tur ke kuil dan rasanya kuil di sana sini gak
terlalu berbeda, jadi cari yang gretongan aja deh.
O y, aktifkan aplikasi Google Maps buat jadi pemandu jalan. Cukup
akurat kok. Sekalian buat cari resto yang rekomendeed. Saya mendapat salah satu
resto bernama Huan Phen, dan ini rekomen banget seh. Harga murah, nasinya unik (nasi ketan disajikan di mangkuk bamboo), dan pelayanannya cepat. Makanannya juga
enak. Tapi memang rata-rata makanan Thai itu enak-enak.
Untuk Khantoke Dinner Show, kita dipick up dan didrop off di
hotel, jadi tidak perlu takut. Ini acara dinner makanan khas utara Thailand
sambil menyaksikan tarian daerah. Untuk menyaksikan dinner show ini, kita membayar 600 Baht/ person. Dan lewat tur ini rekomended, karena saya mendapat tempat duduk dengan spot yang bagus. Persis di depan penarinya, tanpa terhalang kepala orang lain. Tariannya sendiri di outdoor, dan duduk kita tuh lesehan. Acara tari dimulai kurang lebih 1 jam, jam 8-9 malam. Namun kita sudah harus bersiap-siap dipick up mulai dari jam 6.30. karena yang dipick up bukan cuma kita. Biasanya sopir akan berkeliling pick up dari hotel ke hotel.
Doi Inthanon National Park and Chiang Mai Sunday
Night Market
Doi Inthanon National Park adalah salah satu tempat
tertinggi di Thailand. Nama Doi Inthanon adalah nama seorang raja Chiang Mai
dimana raja ini dianggap paling berjasa. Dahulu, Chiang Mai adalah kerajaan
kecil, terpisah dari Thailand (Siam). Selama 6 periode raja, Siam dan Chiang
Mai berperang. Baru pada saat raja ini, Siam bisa berdamai dengan Chiang Mai
lewat pernikahan. Di national park ini ada makam raja tersebut.
Saya ikut shared trip lagi untuk pergi ke Doi Inthanon
National Park. Harga yang bisa saya dapat adalah 1100 Baht, diluar trip hiking
2 jam (saya lupa namanya). Apa trekking gitu. Rata-rata rute Doi Inthanon sama
kok, beda dengan Chiang Rai trip yang banyak variasi. Biarpun penjelasannya
beda di setiap jasa tur, tapi rata-rata perginya ke situ situ juga.
Seperti National park pada umumnya, kondisi udara sejuk. Dan
karena ini tempat tertinggi di Thailand, yang ada bukan sejuk lagi, tapi amat
sangat dingin. Kita bisa berjalan-jalan di highest peak sambil melihat tumbuhan
sekitar. Karena saya bukan expert dalam bidang tumbuhan, rasanya she sama saja
seperti di Indonesia. Paling menikmati udara segar aja dan back to nature. Ada
air terjun juga di sini, tapi secara banyak air terjun di Indonesia, ya bagi
orang yang sering liat air terjun, ini mah so so.
Yang perlu dicermati adalah saat pergi ke King and Queen Pagoda. Di image google soal Thailand, King and Queen Pagoda ini menjadi salah satu icon dari Chiang Mai. Nah, pas sampai di sana, ternyata ada ekskalator buat naiknya. Lumayan, Cuma turunnya tetap harus pakai tangga. Tapi buat elder yang ingin beribadah, ini sangat membantu lho. Di samping masing-masing pagoda, ada taman yang bisa dipakai buat relaks dan melihat koleksi bunga. Lagi-lagi, karena di Indonesia banyak bunga seperti ini juga, jadi rasanya kurang istimewa.
Nah, usahakan untuk ada hari Minggu saat berkunjung ke Chiang Mai, karena ada Sunday Night Market. Wah, semua dijual
di sini dan sangat luas. Lebih luas dan ramai daripada pasar malam yang pernah
saya kunjungi di Bangkok. Mungkin karena
ini satu-satunya pasar malam di Chiang Mai dan cuma ada hari Minggu malam.
Lokasi persis di balik Thapae Gate, dan dari situ tinggal menyusuri semua blok
(kalau kuat). Sejujurnya saya gak kuat she, jadi cuma beberapa blok yang saya
susuri.
Hasil dari Sunday Night Market.
Makin gendut, makin happy,
makin kalap.
Kun Chang
Kien, BlossomingThailand Sakura dan Doi Suthep, Bhubing Palace
Kun Chang Kien ini salah satu hidden gem di Chiang Mai.
Pasalnya, rata-rata cuma orang lokal yang tahu tempat ini. Turis jarang sekali
yang tahu. Tahu pun katanya biasanya yang sudah tinggal lama di sana. Kun Chang
Kien adalah sala satu tempat untuk menikmati sakura di Thailand tanpa kudu
pergi ke Jepang. Secara Thailand semua biaya lebih murah dan dia mekar lebih
dulu dibandingkan Jepang, jadi bisa pamer foto lebihi dulu.
Sebenarnya Kun Chang Kien adalah agricultural center yang dibangun
pemerintah Thailand, jadi masuknya gratis. Sayangnya gak ada shared trip untuk tujuan Kun Chang Kien. Selain musiman (cuma blooming Januari), jalan ke sana juga
berbahaya. Bisa menyewa private car, tapi harganya 2800-3000
Baht. Mahal kan?
Untungnya, dekat hotel ada semacam "terminal" song thew, dan mereka memasang spanduk. Ada tulisan Kun Chang Kien. Nah, saya iseng bertanya-tanya ke driver yang lagi nongkrong di situ, dan melihat bawaannya, cocok. Drivernya cewek, mobilnya terlihat bagus (gak tua), terus kita mintalah kartu nama dia. Memang driver ini gak terlalu bisa bahasa Inggris, tapi bukan jadi kendala besar seh. Yang penting I know, u know. Harga 2000 Baht per song thew untuk booking seharian.
Saat sepanjang perjalanan ke Kun Chang Kien, ada rute song thew juga yang menuju ke sana. Jadi dari pusat kota, naik song thew ke Chiang Mai Zoo, dari situ ganti song thew yang menuju Doi Suthep. Dari Doi Suthep sudah ada tulisan di spanduk pinggir jalan soal Kun Chang Kien. Cuma namanya angkot seperti di Indo, pake acara ngetem segala. Dna
buang waktu lah kalau nungguin ampe 10 orang buat ke Kun Chang Kien, secara jarang ada turis yang pergi ke tempat ini.
Jadi rute yang saya pilih untuk Kun Chang Kien adalah Kun Chang Kien, Doi
Suthep, dan Bhuping Palace. Mereka bertiga berada di tempat yang berdekatan, jadi luangkan waktu 1 hari untuk menyusuri daerah ini. Ada satu tempat lagi, yakni Tribe Hill Village, tapi karena dua hari sudah
pergi ke Tribe Hill Village, dan gitu-gitu aja, jadi yang kali ini
skip d Tribe Hill Village nya.
Tanpa Kun Chang Kien, ada shared trip untuk ke Doi Suthep, Bhuping Palace, dan Tribe Hill Village. Harga kurang lebih 600-1000 Baht.
Perjalanan ke Kun Chang Kien 45 menit. Dan itu memang
perjalanan yang agak menantang bahaya. Jalannya kecil, di tengah hutan antah berantah, jadi jangan bayangkan jalan yang mulus. Agak bergejolak jalannya, dan cuma bisa buat 1 mobil. Sepanjang jalan berliku-liku tajam sampai harus bunyikan klakson
sepanjang perjalanan biar gak saling tabrakan di tikungan tajam. Tapi bahaya perjalanan worth it sama tujuannya.
Seakan ketemu harta karun terpendam pas sampe.
Ini tempatnya. Dan sayangnya bunga sakuranya belum full
blooming, tapi itu aja dah keliatan bagusnya. Saya datang awal Januari, dan
kecepatan 1 minggu. Kudunya tengah Januari. Dan enaknya, super sepi banget.
Selain sakura, Kun Chang Kien juga menanam kopi. Nah, posisi Kun Chang Kien itu seperti terasering, menuruni lembahlah. Di dekat pintu masuk, ada kedai kecil untuk menikmati kopi lokal rebusan mereka, seharga 40
Baht.
Dari Kun Chang Kien, kita pergi ke
Bhuping Palace. Ini Istana Musim Dingin bagi keluarga
kerajaan Thailand, dan besarnya super banget. Yang ini seh gak terlalu berkesan
sekali, karena cuma ada taman bunga, dan bangunan-bangunan di sana sini.
Doi Suthep. Dari brosur tempat wisata, kuil ini adalah tempat yang harus dikunjungi jika
berada di Chiang Mai. Semacam landmark atau icon Chiang Mai. Seorang bayar 30 Baht setelah menaiki 500 tangga yang
bikin cape. Pas masuk, ya buat saya karena sudah lihat patung Budha, pagoda, dll di tour city Chiang Mai, jadi rasanya biasa aja. Cuma keliling-keliling sambil lihat ritual orang beribadah. Nothing special from my opinion.