Rabu, 19 Februari 2014

Cara Sehat Meluapkan Kemarahan

Hari ini saya marah. Marah besar. Menjelimet mengurusi beberapa pembeli yang menanyakan kenapa barangnya tidak sampai, padahal sudah saya berikan no resi dengan tujuan mereka bisa mengecek sendiri di websitenya. Buat apa saya memberi no resi jika pada ujungnya saya juga yang memantau pengiriman barang lewat website dan mengirimkan pada mereka?

Puncaknya ketika satu pembeli menanyakan soal barang yang tidak sampai-sampai, dan saya mengecek trackingnya. Tertulis di jejak rekamnya, barang sudah sampai di tempat tujuan. Kontan saya meledak. Cape-cape dicariin, barangnya udah sampe. Berarti harusnya tidak usah nanya dan buang waktu saya saja kan?

Lalu untuk membuat jera, saya tulis di status bbm saya, “Kalau mau nipu dengan bilang barang belum sampai padahal di tracking sudah sampai, biar kena karmanya sendiri”. Si pembeli merasa status tersebut ditujukan untuknya, dan kontan langsung marah sama saya. Saya, yang lagi meledak, langsung lebih marah. Ya jangan buang waktu saya saja dong kalau gitu. Barangnya jelas sudah sampai tapi bilangnya kok belum sampai? Jelas-jelas ada buktinya.


Setelah satu ucapan si pembeli yang bilang soal ketidakprofesionalan saya, kontan makin membuat saya makin marah. Saya langsung menelepon si pembeli. Dari telepon, ternyata si pembeli adalah orang Jawa, dan ternyata kalem sekali. Saya yang bertutur Betawi mendengar suara kalem itu, dari yang tadinya mau menyemprot dan dalam emosi tingkat super tinggi, langsung gak bisa menyemprot.
Memang, kami berdebat, tapi dalam posisi menjelaskan. Si pembeli menjelaskan kalau barangnya sampai kota, tapi karena rumah dia berada jauh dari pusat kota, maka dia harus mengambil sendiri ke JNE. Saya bersikukuh karena barangnya ditulis sudah sampai, seharusnya sudah tidak ada urusannya sama saya. Akhir kata, saya bilang, kalau memang hari ini barangnya belum sampai, kabarin saya. Nanti saya urus ke JNEnya.

Dalam hati saya, seharusnya yang ngurus pembelinya laa. Ini benar-benar perlakuan special. Tapi saya juga tidak enak karena terbawa emosi jadinya bersikap seperti itu. Agak sedikit menyesal kenapa saya bisa begitu cepat marah.

Kejadian seperti ini bukan yang pertama kalinya. Saya begitu cepat tersulut amarah, yang saya sendiri tidak tahu kenapa. Apakah karena didikan orang tua? Apakah karena temperamen dan kepribadian? Atau karena permainan hormon?

Bagaimanapun juga, manusia harus berkembang. Harus ke arah yang lebih baik. Dan cepat marah itu bukanlah hal yang baik.
Orang yang sabar besar pengertiannya, tetapi siapa cepat marah membesarkan kebodohan
(Amsal 14 : 29)
Karena itu, sekarang saya mencoba membuat rambu-rambu. Tentunya rasa marah itu bisa dialihkan dan diluapkan, saya berusaha menulis rambu-rambu agar rasa marah saya bisa disalurkan secara sehat. Lebih bagus lagi kalau bisa dicegah, karena kemarahan hanya membuat pikiran menjadi tidak jernih.

Berdiam diri
Seringkali ketka marah, kita tidak bisa berpikir jernih dan akibatnya terjadilah tindakan impulsif. Sebagian besar tindakan impulsif yang kita ambil akan mengakibatkan penyesalan di kemudian hari.
  • Cari tempat sepi, entah kamar mandi, toilet, kamar tidur. Tarik buang nafas berkali-kali dan hitung dari satu sampai seratus
  • Jauhi benda apapun yang bisa memprovokasi (telepon yang membuat kita menyemprot dia, handphone yang menjadi sarana bertengkar) dan benda pecah belah yang bisa menjadi sasaran pelampiasan kemarahan kita. 
  • Merenung dahulu dan berdiam diri. 
  • Berusaha untuk menghindari orang lain, karena saat dalam keadaan emosi, semua orang bisa menjadi pelampiasan kemarahan kita. Buat keadaan marah itu hanya antara kita dengan orang kedua.
  • Jika emosi sudah reda, barulah ambil tindakan lanjut.

Redakan emosi
Kalau memang emosi masih ada setelah berdiam diri, kita perlu sarana untuk meredakan emosi dan berdamai dengan diri sendiri.
  • Carilah sasaran pelampiasan kemarahan yang tidak bisa rusak. Contohnya, pukullah benda lunak seperti bantal, guling, lempar botol aqua. 
  • Main di Timezone. Ada beberapa permainan pukul lebah, pukul buaya dll. Luapkan kemarahan kita dengan memukul benda itu. Bisa juga bermain balap motor atau mobil yang bisa memicu adrenalin dan membuat emosi kita terkuras, sehingga tidak ada rasa emosi lagi. 
  • Nonton bioskop. Yup, kalau memang cara kita bukanlah melampiaskan kemarahan dengan menghancurkan barang, mengalihkan kemarahan dengan menonton adalah salah satu cara yang efektif. Dalam 2 jam, emosi kita akan 'bermain' bersama film sehingga kemarahan sudah berganti dengan emosi lain. 
  • Mencari alam. Terkadang berada di tengah taman, berjalan-jalan di kebun bisa membantu. Alam memiliki cara yang unik untuk membuat perasaan kita menjadi tenang.


Bicarakan akar kemarahan secara baik-baik
Sebagian besar akar kemarahan saya karena adanya miskomunikasi. Salah paham antara kedua belah pihak. Telusuri dulu duduk permasalahannya. Kalau perlu komunikasi dengan terperinci. Pada kasus ini, saya dan pembeli hanya komunikasi melalui bbm Sering sekali terjadi miskom karena bbm. Kalau memang merasa ucapan/perbuatan seseorang menyulut amarah, tanya jelas dengan yang bersangkutan. Lihat permasalahan dari sudut pandang dia.


Memang tips di atas mudah saja diucapkan, dan beberapa kali dicoba, namun kadang, ada saja tahap yang rasanya kurang cocok dan akhirnya gagal. Ya, memang perlu latihan untuk menjinakkan kemarahan, tapi kalau memang sudah terbiasa, pasti akan berhasil!

2 komentar:

  1. Terima kasih sudah berbagi cerita , mohon ijinnya untuk share di Forum Komunitas Bukalapak ya, tentunya dengan mencantumkan link sumber cerita dari blog anda , salam sukses selalu.

    best regards

    Andre Winata
    https://community.bukalapak.com/u/cahayasuksestronik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama.. iya silakan dishare asalkan linknya dicantumkan ... :) Senang bisa berbagi cerita dengan Andre ... :)

      Hapus

C'mon! I ' m waiting your response ... /(^o^)/ /(^o^)/ /(^o^)/