Setelah melewati subuh di pesawat kurang lebih 4 jam, sampai juga kami di Hongkong jam 7 (waktu Hongkong). Perbedaan waktu antara Hongkong dan Jakarta 1 jam. Memasuki Airport Hongkong untuk pertama kalinya, kesannya bagus banget, setara laa dengan Singapore! Lapang, petunjuk ada di mana-mana, dan yang penting, petunjuk bahasa Inggris ada. Plusnya, ada keran air minum gratis seperti yang ada di Airport Singapore. Gak nyangka lho! Langsung deh, saya yang gak mau rugi isi air sebanyak-banyaknya. Untung membekali diri dengan botol air kosong dari Indo, dengan pikiran awal hendak masak air di hostel dan isi air setiap pagi. Air minum di Hongkong itu 10 HKD, di rupiahkan berarti Rp 15.000 untuk botol 1,5 l dimana di Indonesia botol 1,5 l seharga Rp 4.000. Kebayang kan betapa mahalnya air di Hongkong?
Setelah urusan imigrasi dll, kami langsung menuju hostel di daerah Tsim Sha Shui. Ada tiga pilihan transportasi : taksi, airport express lanjut dengan MTR / shuttle bus, dan bus setempat. Dilihat dari petunjuk website hostel, paling praktis dan murah dengan bus. Lebih gampang, lebih murah pula .. sapa yang tidak tergiur?
Dari pintu keluar airport, kami mencari terminal bus. Di sana, tinggal melihat papan petunjuk untuk naik bus, cari daerah tujuan kita itu dilewati oleh bus nomor berapa. Setelah itu, sudah ada tuh no besar-besar terpampang di halte untuk nunggunya. Tinggal berjalan ke halte yang dimaksud, dan kalau pas ada busnya, langsung naik.
Tips dari Pengalaman Pribadi:
- Kalau ingin naik bus, harus berbekal Octopus Card sebagai sarana pembayaran (mirip Flazz di Indo). Saya sudah dibekali Octopus Card dari teman, jadi langsung tinggal top up di Seven Eleven, dan tinggal tap saja di depan busnya.
- Semua bus di Hongkong masuk dari depan, keluar dari tengah. Kalau mau berhenti, harus memencet bel, karena bus tidak berhenti di setiap stasiun. Tidak perlu khawatir halte yang dituju terlewat. Tertera kok papan berjalan di depan bus yang menandakan bus sedang melaju menuju halte mana.
- Kalau mau menikmati pemandangan alam Hongkong, disarankan duduk di lantai 2. Rata-rata bus Hong Kong bertingkat 2. Sepanjang perjalanan, kita bisa melihat pemandangan kota dan alam Hong Kong. Bisa merasakan juga melintasi laut dengan menaiki jembatan yang menghubungkan antar pulau Hongkong.
Tanpa kesulitan satupun, sampailah kami di daerah hostel kami : Tsim Sha Shui. Biasalah nyasar-nyasar sedikit waktu mencari hostel. Hostel kami di Chung King Mansion, dan ternyata tinggal berjalan ke arah kiri dari tempat turunnya kami di hostel. Berada persis di seberang exit E MTR Tsim Sha Shui, itulah Chung King Mansion.
Naik ke tempat hostel kami di lantai 16. Ketuk di depan pintu, agak kaget juga melihat kondisi ruang yang gelap dan ada kasur. Rupanya si resepsionis tidur di situ. Belum bisa check in (wajar karena baru jam ½ 9 pagi). Maka kami menitipkan koper di hostel, lalu mulailah kami memulai wisata kami di Hongkong.
Untuk ke Ngong Ping Village, kami tinggal mengikuti itinerary. Naik MTR sampai City Gate, dan tinggal mengikuti petunjuk arah. O y, saat perjalanan kami melihat satu turis lain, membawa koper segede gaban, di hadapan tangga keluar dari MTR. Bersyukur banget tidak naik MTR untuk pergi ke hostel saat melihat turis itu. Kebayang bagaimana repotnya harus menggotong koper sambil menaiki tangga satu-satu?
Nanti keluar di MRT Tung Chung, sudah tinggal mengikuti petunjuk ke mall Citygate. Kalau tiba lebih awal (sebelum jam 10), kita bisa mencari makan dahulu di Citygate. Mc D dan beberapa restoran sudah buka.
Cari ekskalator seperti ini untuk menuju tempat pembelian tiket. Ada tulisannya gede banget kok. |
Tanpa kesulitan apapun, kami sampai di tempat tiket cable car untuk menyeberang ke daerah Ngong Ping Village. Kami membeli tiket on d spot (cara lain bisa dengan online). Antrian lumayan biarpun itu hari biasa. Kami memilih standard cable car dibandingkan crystal cable car, karena kabarnya, kabin kristal lebih menyeramkan dan juga lebih mahal harganya. . Ya, teman saya sangat antusias karena dua-duanya menyukai Running Man, dan kabarnya Running Man pernah syuting di situ.
Penyeberangan menaiki cable car top abis dan mantap. Melewati gunung dan lembah, di bawah terhampar laut dan pulau. Terasa agak dingin karena kaca bagian atas terbuka, namun jadi terasa seakan memang berada di ketinggian udara sejuk.
Tips dari Pengalaman Pribadi :
Untuk membeli tiket cable car bisa melalui online, tapi harus pasti jam sampai sananya.Saat hendak membeli, saya harus memilih jamnya. Karena masih tidak pasti soal waktu, saya memilih beli on d spot. Itu hari Kamis, hari biasa, tapi ngantrinya ... lumayan banget untuk hari biasa. Saran saya, beli on d spot jika tidak pasti waktu, tapi berkunjung pada hari biasa.
Sampai di seberang, langsung terhampar Ngong Ping Village. Yup, seperti desa Cina jaman kuno, tapi dalam toko dipenuhi barang modern. Banyak kafe, souvenir shop, dan beberapa gedung pertunjukkan bertebaran di sepanjang jalan. Kami tidak menghiraukan toko itu karena tujuan utama kami tentu saja : Tian Tan Buddha yang tersohor itu. Terus saja jalan mengikuti arus, nanti akan melewati gate ini …
Seakan masuk ke dalam kota Cina kuno y? … |
Terus saja jalan, dan nanti akan bertemu dengan tangga untuk naik ke atas Tian Tan Buddha. Tingkat kesulitan tangga? Lebih gampang dibanding Borobudur ataupun Tembok Cina. Tangga di sini rata, enak naiknya .. saya biarpun memakai sepatu boot tidak sampai terpaksa melepaskan sepatu boot demi kenyamanan kaki. Masih kuat kaki ini biarpun dijepit sepatu boot.
Pemandangan dari tangga paling atas menuju Tian Tan Buddha |
Sampai di kaki Tian Tan Buddha, bagi yang beragama Buddha bisa berdoa, dan berderma. Kami mengelilingi patung Buddha dari segala posisi, karena di bawah tangga juga ada beberapa patung Buddha dengan posisi tangan yang berbeda.
Di dalam bangunan Buddha nya sendiri, ada museum, dan ada ‘mutiara’ Buddha. Katanya serpihan tubuh Buddha yang mengkristal. Tidak boleh foto di dalam museum dan masuknya harus bayar. Beli tiketnya sebelum naik tangga, kalau sudah di atas, sudah tidak bisa beli tiket lagi. Jadi putuskan di bawah mau masuk museum atau tidak. Di dalam museum, selain mutiara, ada kaligrafi sana sini yang menurut saya keren abis. Sayangnya saya tidak mengerti tulisan Cina, tapi goresannya mantap, biarpun permainan warnanya minimalis sekali.
Puas menikmati Tian Tan Buddha, kami menuju Po Lin Monastery. Kepo juga pengen tahu apa itu. Dari kejauhan, bentuknya seperti pagoda Cina dan bangunan yang suka ada di film-film silat. Memasuki kawasan Po Lin Monastery, ada beberapa bangunan dan di dalamnya ada beberapa patung dewa. Di satu bangunan, ada patung Buddha besar banget, dan di sekitarnya dipasang pot bunga-bunga, semuanya anggrek namun beraneka warna dan bentuk.. Ada satu pot bunga, jelek karena bunganya hitam. Tapi kata teman saya, itu bunga mahal .. anggrek hitam…
Ada satu tempat juga dimana kita bisa membeli hio dan berdoa (bagi kepercayaan Buddha dan Kong Hu Cu). Sambil menunggu salah satu teman berdoa, kami duduk-duduk di situ sambil melihat sekeliling. Memang orang Hong Kong tuh modis-modis. Beraneka rupa boot, baju coat, dll berseliweran di depan kami. Musim dingin malah jadi kelihatan keren, karena tertutup banget tapi assesorisnya itu mantep-mantep
Sesudah itu, kembali ke Ngong Ping Village dan saya tertarik untuk menonton Walking with Buddha. Dua teman saya tidak tertarik, tapi untung mereka mau menunggu saya menonton.
Pengalaman Walking With Buddha. Secara garis besar, kita diajak menonton drama kehidupan Buddha dari awal sampai akhir. Filmnya berrbentuk kartun, dan kadang untuk pergantian adegan, kita pindah ke ruangan lain. Terakhir kali, kami menulis permohonan di selembar daun, bisa dimasukkan ke dalam patung Buddha. Ada pula ruangan tempat beberapa kalimat dari ajaran Buddha tertera di dinding.
Puas di Ngong Ping Village, kami melihat sebentar toko sana sini. Harganya mahaaall.. Tak mau dong saya membeli barang mahal. Lihat harga mahal, tidak tertarik berlama-lama di sana.
Kami naik cable car untuk jalan balik, dan lebih seru perginya. Begitu sampai di seberang, kami kembali ke MRT yang terhubung dengan mall Citygate. Karena kaki sudah tepar (di Hong Kong mirip Singapore, harus mempersiapkan kaki baja karena jalan kemana-mana), kami mampir dahulu untuk ngaso dan mengisi perut. Ketemu food court, dan kami membeli makanan. Harganya masih keharti laa, dibandingkan café di Ngong Ping Village.
Setelah itu, keliling sana keliling sini di dalam mall nya, karena saya membaca dari beberapa blog yang bilang di Citygate ini banyak barang bermerk dengan harga diskon. Ok, keliling sana keliling sini… barang bermerk she memang di semua toko, tapi mana diskonnya? Pas lihat harganya … ajubilah… jauh lebih mahal daripada Indonesia, dan barangnya juga gak terlalu bagus. Gak sesuai selera.
Ada satu toko, merknya lupa, tapi coatnya bagus banget. Warna putih, dari bahan bulu, modelnya anggun dan berkelas. Tertarik juga, tapi pas mengecek harganya … what??? 5000 HKD (6 ½ juta)??? Ok laa.. langsung mundur teratur.
Pelajaran dari mall Citygate : ada barang, ada harga … yang bagus ya mahal.. jadi dari sana tidak membawa satu buah kantung belanjaan pun.
Hari pertama semua tujuan tercapai. Kami kembali ke hostel di Chung King Mansion dengan kaki babak belur. Mengurus admin hotel sebentar (mudah banget prosesnya), dan langsung beristirahat di kamar hostel.
Kesan kamar hostel kami : recommended. Kecil memang, tapi sangat efektif dan efisien. Contohnya, tempat tidur didesain agak tinggi, sehingga bisa menaruh koper di bawah ranjang. Kamar mandi pun cukup sempit, tapi bisa menaruh segala barang, karena ditaruh di dinding. Segala perlengkapannya dibangun vertical. Kalau built in pasti lebih keren lagi .. Dan ternyata gak perlu bawa sabun, shampoo, handuk. Tak nyangka di hostel segala perlengkapan itu disediakan. Kopi dan the pun ada, berikut air panasnya. Setiap hari, housekeeper datang untuk membersihkan, dan 2 hari sekali seprei diganti. Two thumbs up untuk Australian Guest House!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
C'mon! I ' m waiting your response ... /(^o^)/ /(^o^)/ /(^o^)/